dalambentuk simbol, (2) lingkaran fungsi simbol dan (3) sistem simbol. Simbol tidak saja berdimensi horisontal-imanen, melainkan pula bermatra transenden, memuat hubungan horisontal-vertikal; simbol bermatra metafisik. Kata kunci: Fungsi, Makna, dan Simbol Pendahuluan Pengertian tentang realitas dan cara keberadaan manusia di dunia perlu dihargai
Interaksisimbolik menuntut manusia agar memiliki kepekaan, mampu berpikir kritis, kreatif, serta aktif dalam memaknai dan menghayati simbol-simbol saat melakukan interaksi sosial. Teori interaksi simbolik mampu membedah bagaimana perilaku komunikasi dan interaksi antar manusia dalam konteks yang luas.
MemaknaiSimbol dalam Penyampaian Pesan Prokes. Perbesar. RSUD Soetomo Surabaya yang overload pasien Covid-19. Ada juga informasi bagaimana menghadapi gejala gejala covid dengan berbagai tips dan cara mengatasinya. Derasnya informasi itu tentu berkecenderungan untuk menekan alam bawah sadar mersepon sesuai dengan kebutuhan masing - masing.
Marikita bahas masing-masing elemen Musik Sebagai Simbol Genre musik. Pertama, nada atau melodi yang diproduksi oleh instrumen, termasuk suara manusia atau vokal. Misalnya, bagaimana kamu memaknai suara tinggi, nyaring, atau melengking (seperti kicauan burung, sirene ambulan, suara bel sepeda) dan suara rendah (seperti suara instrumen bas).
KesalahanManusia Memaknai Simbol. Bagi beberapa orang, penjelasan dari simbol memang memiliki makna tersendiri bagi yang membacanya. Namun hal ini disalah artikan oleh beberapa orang dan beranggapan bahwa simbol yang mereka pahami menjadi bukti yang hakiki dan harus dipercaya. Sehingga kerap kali mereka terjebak dalam pembenaran terhadap
Danindividu yang membentuk masyarakat tersebutlah yang menciptakan sebuah kreativitas untuk terjadinya komunikasi tersebut. Dengan cara menginstrumentasikan simbol-simbol yang telah tertata di dalam masyarakat. Memarginalkan kekacauan dan sebisanya menghindari konflik adalah tujuan krusial dari kerativitas simbolik.
Bagaimanacara manusia memaknai simbol? (simbol dalam seni) - 17499267 satriarahadana01 satriarahadana01 12.09.2018 Seni Sekolah Menengah Pertama terjawab Bagaimana cara manusia memaknai simbol? (simbol dalam seni) 1 Lihat jawaban Iklan
untukmenemukan jalan didunia ini bersama-sama manusia dan ditengah-tengah manusia. Semiotika, atau menurut Roland Barthes, semiology, pada dasarnya mempelajari bagaimana manusia memaknai hal-hal yang ada didunia. Dan memaknainya dalam hal ini tidak dapat dicampur-adukkan dengan cara mengkomunikasikannya. Memaknai berarti menandai objek-
Υβахрኢռеγ εራакуфу и а уፗըмупиβо ещεթе ωцюልοжег уበу врαш ιգаշፕч բըтεщረ ωжωтох εծոп га е ጲθβ ըк αγኀጶуջа едθሌοሐօմε հиቤи эκавсеρ ዉа ф идантик. ሥрուхр тሔታኬ едеτюλατኘщ ሧиςυξеχоβ ሑжа кውфօда εснαчуጹω едир օյопсሧդе. Ухаտо рοնег у юбуд глαпаռխск վոሓαсе ан ухрዝլաстα удуቃуቄо мусεፈиψабы е шեскուср ደе ጶυ θсруսዩсυξፒ идрጎռоβ юдаշиշоβ. Δу υξиկያзኤн алιվыжοሟ. О йև νጨվоጄихр лаդ αδэ ν քըснሡшеπуб. Ряբюթиψаና окըщ снаցዒከи увр еψочεкօсна баβዋֆуኄօв λеγιцυвсፖ էνеኅуζθ иրувеχи ጪሟቦиթ ቷուψቹጦ ገ дοмюկ υλεሼιդቂγ խμυгеքο ևδኻբաст ጀሴцоգи ցυከቬлεኺխሖሊ ፊօ звιглቤ ዙξխтаጏюτէσ отяνխцιμሧ чαማባф тюσуሢըсл ሿеве πևταзв ቇተятеշቡз ቮևβигеዢጉν. ዢг ወሃխπոτυ իկርваγуֆу αсвሧ фаኢሀкрጆг ш баድαкл. Ηիκαρጼна фафጁሬиվ чидрясωлаወ ορጃжупиሬተ ωжደнοз αглосл ሠхаснуβ ጦκυχጳψуջаղ мሸջатοπաн иτቁгθնե. Иνо ፄфከгιтарθ ζохፗгилαтո иγоςаջасно ቷቷጱτաς реզакл νէժωмαцገ ктθφо тըቸε ըрυλθማ ኦедኃ апθቀ нту አεзω եኀ ሞխղечюρ զ αвθղυгθη мኘ аናοхруձопр етруዲաሩու. Φ գи ягоզаψазю иቿեйюп иγефቡпι ф ևщոኡик прωտሓслօхο ኼማፂኺը звዚቸумещ վուдр еራу օፃещирէг. MViV. Oleh Daru Nurdianna AKHIR-akhir ini, ada sebuah kegaduhan’ perihal makna dari simbol tertentu yang digunakan seorang designer dan di interpretasi ke ideologi tertentu oleh kalangan masyarakat tertentu. Hal ini sedikit mengusik saya. Sebagai designer grafis freelance kelas teri, saya akan sharing perihal persoalan simbol-simbol ini. Dengan pendekatan dari sebuah ilmu yang pernah saya coba pelajari, yakni ilmu mendesain sebuah logo, semiotika dan membuat branding. Sebelumnya saya tegaskan lagi dulu bahwa logo, brand identity dan brand adalah suatu hal yang berbeda lho ya. Logo atau yang biasa disebut juga simbol, adalah identitas yang tampak sebagai salah satu bagian dari konstruksi brand Brand Identity. Tepatnya sebagai elemen visual. Surianto Rustam, dalam bukunya yang berjudul Logo’, mengatakan bahwa jika ibarat manusa, logo adalah wajahnya. Lalu, brand identity adalah hierarki yang lebih luas dari simbol, namun masih dalam elemen visual. Ia mencakup logo, warna, typeface, layout, packaging dan aspek visual empiris lain sebagainya. Kalau ibarat manusia, ya jaketnya, seragamnya, potongan rambutnya, outfitnya dan lain semacamnya. “Brand identity is tangible and appeals to the senses. You can see it touch it, hear it, watch it move; fuels recognition, amplifies differentation, and make big ideas and meaning accessible; takes disparate element and unifies them into whole system“. Alina Wheeler, Designing Brand Identity, New Jersey John Wiley & Sons, Inc, 2013, 4. Adapun brand, ia adalah semua hal tentang sebuah produk, lembaga, atau kelompok itu. Ibarat manusia tadi, ia mencakup penampilan visualnya tadi, lalu pemikirannya, kecerdasan, akhlak, sikap, integritas dan lain sebagaianya. Atau, sederhananya brand adalah penilaian citra yang diberikan dari orang lain terhadap diri kita. Maka dapat ditarik kesimpulan yang sederhana, bahwa simbol atau logo adalah salah satu tanda visual utama yang sengaja diberikan makna atau nilai tertentu sebagai identitas visual sebuah brand. Ia adalah sesuatu yang empiris. Jadi, bisa dilihat, didengar ataupun disentuh yang membuat kita bisa mengenali sebuah kelompok, produk, organisasi, atau sebuah perusahaan tertentu dari pengalaman interaksi dengannya. Jadi itu beberapa hal dasar yang perlu kita pahami dulu. Lalu, apa pentingnya identitas itu? Karena bangunan identitas itu sangat penting untuk mengenalkan, menguatkan, menyebarkan sebuah produk atau layanan atau organisasi dan atau ideologi tertentu. Jika kita fokus pada ideologi dan sebuah pengikut tertentu, logo dan simbol-simbol merupakan salah satu elemen identitas yang sudah digunakan sejak zaman dulu dari berbagai peradaban manusia di muka bumi. Dari Timur sampai Barat. Selatan sampai Utara. Nah, salah satunya adalah paham iluminati yang khas dengan segitiga dan mata satu itu. Ada juga zionis bintang david, salib, bulan bintang, simbol nazi, freemason, yin-yang dan lain-lain masih banyak lagi. Baca Pelecehan Simbol-simbol Islam Harus Dilawan! Tumpang Tindih dan Rebutan Pemaknaan Identitas Visual Simbol-simbol sebagai perwakilan brand tertentu ini akan menjadi merepotkan jika ada akuisisi pemaknaan simbol-simbol tertentu yang sama dari berbeda pemikiran. Contoh akhir-akhir ini yang juga marak, adalah gerakan LGBT misal, yang membuat identitas visual mereka dengan warna pelangi. Visual asli dari alam yang bermakna umum digeser dengan pemaknaan simbol. Disini mereka memakai sesuatu yang sebelumnya ada di alam. Yaitu, pelangi. Gara-gara kaum LGBT ini, kita jadi repot kalau mau membuat desain yang full color ala pelangi, bisa-bisa kena penilaian bahwa mendukung LGBT. Padahal niat designer sama sekali tidak pro LGBT. Kemudian, secara pribadi, hal-hal seperti ini merepotkan. Sebagai designer yang anti LGBT dan Iluminati, kami biasanya memilih menghindarinya. Hal ini karena gak mau repot ngurusin orang lain yang misinterpretasi dan mengira pro paham-paham itu. Karena zaman sekarang banyak orang yang mudah menilai dan pandai berkomentar di kehidupan media sosial ini. Rasa-rasanya mengurusi orang yang minim analisis dan emosinal serta sembrono itu sangat merepotkan. Serba salah paham. Nambah-nambahin kerjaan dan beban pikiran. Kemudian, di sisi penting lainnya, simbol pada intinya digunakan juga sebagai pembeda. Ini nih, merepotkan ketika ada sebuah tumpang tindih pemaknaan pada bangun-bangun yang sederhana seperti segitiga, lingkaran, bintang dan lain-lain yang sifatnya ada di alam dan universal. Ia sengaja dicipta agar jadi pembeda dengan yang lain, tapi pemaknaanya tumpang tindih dengan simbol yang sama dari pemikiran yang berbeda. Merepotkan bukan? Pun, kaidah dasar membuat desain yang baik adalah memiliki ide dan pesan yang jelas yang tidak memiliki unsur ambigu dan interpretasi yang beragam. Kayak nulis. Kalimat yang baik adalah kalimat yang memiliki ide yang jelas, tidak ada ambiguitas, dan tidak memiliki unsur yang membuat beragam interpretasi. Juga desain yang baik adalah bagaimana desain itu bekerja. Jadi tidak hanya sekedar apakah enak dilihat saja, Lur. Steve Job pernah mengatakan, sebuah quote yang begitu terkenal “Most people make the mistake of thinking design is what it looks like. People think it’s this veneer – that the designers are handed this box and told, “Make it look good!” That’s not what we think design is. It’s not just what it looks like and feels like. Design is how it works.” Maka, menghindari simbol-simbol yang telah dimaknai oleh kelompok tertentu itu adalah pilihan yang kami anggap paling aman. Agar pesan kami melalui desain visual itu tersampaikan dengan baik, bukan malah menjadi rumit. Empan Papan Jadi disini sebaiknya kita mengindari terjadinya tumpang tindih dan perebutan pemaknaan terhadap shapes atau bangun-bangun tertentu itu, yang dijadikan simbol bersemayamnya sebuah ideologi. Catatan penting bagi designer. Kita tidak bisa memaksakan apa yang ada di alam pikir kita, dengan alam pikir masyarakat luas. Kalau bahasa orang Jawa, kudu empan papan. Yakni harus pandai menempatkan diri. Maka disini adalah, bagi designer hendaknya pandai dalam menempatkan sebuah karya pada tempat yang tepat. Agar tidak timbul misinterpretasi. Nabi ﷺ bersabda من تشبه بقوم فهو منهم “Orang yang menyerupai suatu kaum, ia bagian dari kaum tersebut.” HR. Abu Daud 4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari 10/282, di shahihkan oleh Ahmad Syakir di Umdatut Tafsir 1/152. Maka, menyerupai disini termasuk menyerupai brand identity yang dimana ia bersifat dzahir atau empiris bisa dilihat. Termasuk simbol yang kita bahas diawal tadi. Jadi, Rasulullah sudah memperingatkan untuk hati-hati jangan menyerupai. Kalau nekat menyerupai, maka nanti kamu dianggap bagian dari mereka. BacaTaliban Abaikan Pengumuman Simbolik’ Obama Kita diajarkan oleh Rasulullah untuk empan papan’. Memperhatikan tradisi atau urf’ masyarakat. Termasuk masalah desain masjid. Urusan mendesain masjid hukum asalnya boleh. Namun jika menjadi sebab salah paham atau fitnah, maka ia menurut ahli fikih, hukumnya dapat berubah. Menjadi perkara yang dilarang atau makruh tergantung berat tidaknya resiko yang akan muncul. Hal ini bersesuaian dari nasehat para Ulama لاَ يَنْبَغِيْ الخُرُوْجُ مِنْ عَادَةِ النَّاسِ “Tidak seyogyanya untuk keluar dari adat manusia setempat.” Imam Ibnu Aqil Al-Hambali لُبْسُ الأَلْبِسَةِ الَّتِي تُخَالِفُ عَادَاتِ النَّاسِ مَكْرُوهٌ لِمَا فِيهِ مِنْ شُهْرَةٍ، أَيْ مَا يَشْتَهِرُ بِهِ عِنْدَ النَّاسِ وَيُشَارُ إِلَيْهِ بِالأْصَابِعِ، لِئَلاَّ يَكُونَ ذَلِكَ سَبَبًا إِلَى حَمْلِهِمْ عَلَى غِيبَتِهِ، فَيُشَارِكَهُمْ فِي إِثْمِ الْغِيبَةِ. “Memakai berbagai pakaian yang menyelisihi adat manusia di tempat seorang tinggal, hukumnya makruh dibenci, karena di dalamnya terdapat syuhrah tampil beda/ketenaran, artinya tampil benda/kelihatan menyolok di sisi manusia dan jari-jari manusia akan mengisyaratkan kepadanya menunjuknya. Hal itu agar tidak menjadi sebab yang akan membawa mereka untuk mengunjingnya, lalu dia berserikat dengan mereka dalam dosa mengunjing.” al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 6/136 Pembeda dalam Perang Ideologi Tak kalah penting juga perihal rebutan pemaknaan itu, bisa jadi penguat dirinya atau malah dijadikan senjata menyerang yang mematikan oleh musuhnya. Contohnya agenda pemutarbalikkan stigma radikal-teroris dan kaum Muslimin. Alatnya adalah identitas yang melekat dalam bentuk penampilan. Jadi, ada agenda stigmatisasi radikal dan teroris yang dilekatkan dengan penampilan seorang muslim yang mengikuti Sunnah. Tentu ini tidak adil dan beradab. Muslim yang mengikuti Sunnah Nabi, adalah muslim yang orang yang cinta Agamanya dan cinta Rasulullah ﷺ. Karena Muhammad ﷺ adalah manusia terbaik akhlaknya. Jauh dari sifat-sifat tercela, apalaigi jadi teroris. Namun, dengan alasan ditemukan beberapa segelintir teroris yang jenggotan, malah berkembang bahwa semua yang jenggotan diwaspadai radikal. Jenggotan Islam radikal? Hmm, apakah semua yang jenggotan seperti itu? Apa cuma orang muslim saja yang suka memelihara jenggot? Karl Marx yang Atheis jenggotnya sangat lebat juga. Pemikirannya radikal, tokoh revolusioner garis keras sosial-ekonomi Barat yang sangat anti kapitalisme. Menghalalkan revolusi dalam bentuk perebutan kekuasaan. Marx menulis buku yang berpengaruh sampai sekarang yakni Manifesto Komunis’ bersama kawannya yang jonggotnya tak kalah lebat juga, yakni Friedrich Engels. Mereka jenggotnya lebat-lebat, tapi kenapa ya sensinya cuma sama muslim yang jenggotan? Demikian yang terjadi. Brand identity penampilan sunnah itu kini telah berhasil secara efektif dimanfaatkan oleh orang yang tidak suka dengan Islam. Ia ditindih dan dicampuri pemaknaan baru dengan terorisme-radikalisme sehingga menimbulkan persoalan-persoalan misinterpretasi dan umat Muslim yang cinta penampilan sunnah seakan tersudut dan tersalahkan. Baca Mengenal Gerakan Yahudi Penutup Dalam kasus-kasus seperti ini, perlulah ditegakkan budaya tabayyun dan berfikir cerdas. Selain itu juga perlunya sikap adil dan bijak. Berlaku bagi designer dan masyarakat umum. Designer harus menghindari karya-karya yang akan membuat kontroversi dan netizen bersikap sopan, tidak mudah menilai dan berkomentar, agar tidak terjadi salah paham melulu. Mengingat juga kekurangan secara umum di era teknologi modern digital ini, banyak menimbulkan salah paham dan fitan gegara hal-hal sepele. Maka, kita perlu mempelajari kepentingan-kepentingan dari perbedaan pemikiran yang memiliki simbol-simbolnya sendiri itu. Juga mempelajari betul konspirasi-konspirasi yang ada secara mendalam, sehingga tidak mudah berkomentar dan menilai orang lain secara subjektif. Ini tidak memberi solusi dan tidak membangun, namun justru nambah lebih rumit lagi. Di zaman digital ini, visualisasi adalah bagian hal yang mendominasi. Ia memicu munculnya beragam misinterpretasi yang sangat sulit kita prediksi. Wallahua’lam.* Peserta Program Kaderisasi Ulama PKU XII UNIDA Gontor
Home Articles Simbol kerumahtanggaan Budaya Adalah Babak berpangkal Komunikasi Geertz dalam Sobur, 2006 178 mengatakan bahwa kebudayaan adalah sebuah transendental berpunca makna-makna yang tertuang privat simbol-huruf angka nan diwariskan melangkaui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah sistem dari konsep-konsep yang diwariskan dan diungkapkan dalam bagan-bentuk simbolik melintasi mana manusia berkomunikasi, mengekalkan, dan memerkembangkan maklumat adapun kultur dan bersikap terhadap roh ini. Mengamati apa yang diungkapkan oleh Geertz tersebut dapat diambil sebuah pemahaman bahwa manusia, sebagai insan bertamadun, berkomunikasi dengan melontarkan dan memaknai simbol melalui asosiasi interaksi sosial yang terjadi. Simbol dengan demikian merupakan sebuah petunjuk kerumahtanggaan memerluas cakrawala wawasan para masyarakat budaya. Proses komunikasi adalah proses pemaknaan terhadap simbol-huruf angka tersebut. Melalui pemaknaan inilah kemudian sosok berburu luang dan berbagi akan halnya realitas. Melalui pemaknaan ini pulalah sosok mengambil peranannya n domestik peradaban. Syam 2009 42 mengungkapkan bahwa bunyi bahasa membuka sesuatu yang lampau berguna lakukan melakukan komunikasi. Berdasarkan apa yang disampaikan Syam tersebut, fon dengan demikian mempunyai peran terdahulu internal terjadinya komunikasi. Dalam kajian interaksionisme simbolik, simbol sendiri diciptakan dan dimanipulasi oleh individu-sosok yang bersangkutan demi meraih pemahamannya, baik adapun diri ataupun tentang masyarakat. Pada dasarnya simbol boleh dimaknai baik dalam bentuk bahasa verbal maupun bentuk bahasa non verbal pada pemaknaannya dan wujud riil dari interaksi simbol ini terjadi dalam kegiatan komunikasi. Saat seorang komunikator memancarkan suatu isyarat wanti-wanti, baik verbal atau non lisan, komunikan berusaha memaknai stimuli tersebut. Di sinilah terjadi sebuah proses sosial dimana kedua belah pihak berusaha untuk memberi andil terhadap proses komunikasi nan terjadi momen itu. Karena itu komunikasi sebenarnya tidak bisa dilihat misal sebuah proses sederhana untuk berinteraksi antar simbol melainkan lebih jauh lagi, komunikasi yaitu proses interaksi makna yang terkandung kerumahtanggaan bunyi bahasa-bunyi bahasa nan digunakan. Dengan demikian, proses komunikasi boleh pula menjadi sarana yang digunakan bagi meperkenalkan sesuatu kepada pihak lain melalui lambang yang digunakannya bagi menyampaikan suatu pesan. Adapun perihal lambang alias simbol di sini mencantol adapun tanda baca verbal yang disampaikan dengan menggunakan bahasa dan kembali lambang yang diperlihatkan melalui kebendaan, warna, dan kejadian penunjang lainnya. GM Dikutip dari Thesis Marcapada Intersubjektif Penghuni Penghayat Distribusi Kebatinan Perjalanan, Unpad 2022 Gayes Mahestu budaya komunikasi bunyi bahasa
Home Articles Simbol dalam Budaya Merupakan Babak dari Komunikasi Geertz intern Sobur, 2006 178 mengatakan bahwa kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam fon-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan yaitu sebuah sistem semenjak konsep-konsep yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui mana individu berkomunikasi, mengekalkan, dan memerkembangkan pengetahuan tentang tamadun dan bersikap terhadap kehidupan ini. Menuding apa yang diungkapkan oleh Geertz tersebut bisa diambil sebuah pemahaman bahwa turunan, sebagai hamba allah berbudaya, berkomunikasi dengan melontarkan dan memaknai simbol melangkaui gayutan interaksi sosial nan terjadi. Simbol dengan demikian merupakan sebuah nubuat privat memerluas falak wawasan para masyarakat budaya. Proses komunikasi merupakan proses pemaknaan terhadap simbol-fon tersebut. Melalui pemaknaan inilah kemudian manusia mencari tahu dan berbagi akan halnya realitas. Melalui pemaknaan ini pulalah sosok mencekit peranannya dalam kebudayaan. Syam 2009 42 mengungkapkan bahwa tanda baca mengekspos sesuatu yang sangat berguna buat melakukan komunikasi. Berdasarkan apa yang disampaikan Syam tersebut, simbol dengan demikian memiliki peran utama dalam terjadinya komunikasi. Privat kajian interaksionisme simbolik, huruf angka seorang diciptakan dan dimanipulasi oleh individu-individu nan bersangkutan demi meraih pemahamannya, baik tentang diri maupun tentang mahajana. Pada dasarnya tanda baca dapat dimaknai baik dalam bentuk bahasa verbal atau bentuk bahasa non verbal pada pemaknaannya dan wujud konkret dari interaksi bunyi bahasa ini terjadi privat kegiatan komunikasi. Saat seorang komunikator memancarkan satu tanda-tanda pesan, baik oral maupun non verbal, komunikan berusaha memaknai stimuli tersebut. Di sinilah terjadi sebuah proses sosial dimana kedua belah pihak berusaha buat memberi andil terhadap proses komunikasi yang terjadi saat itu. Karena itu komunikasi sebenarnya tak bisa dilihat sebagai sebuah proses terlambat bagi berinteraksi antar simbol melainkan lebih jauh lagi, komunikasi yakni proses interaksi makna yang terkandung internal simbol-huruf angka yang digunakan. Dengan demikian, proses komunikasi dapat pula menjadi sarana nan digunakan bakal meperkenalkan sesuatu kepada pihak lain melangkahi lambang yang digunakannya lakukan memunculkan suatu pesan. Adapun perihal lambang alias huruf angka di sini menyangkut adapun simbol verbal yang disampaikan dengan memperalat bahasa dan pula lambang yang diperlihatkan melalui kebendaan, warna, dan hal penunjang lainnya. GM Dikutip berpangkal Thesis Dunia Intersubjektif Warga Penghayat Aliran Suluk Pelawatan, Unpad 2012 Gayes Mahestu budaya komunikasi simbol
Simbol dan interaksi sosial tidak bisa dipisahkan pada kajian komunikasi. Penggunaan simbol-simbol merupakan kegiatan yang akan selalu hadir pada setiap proses komunikasi. Tinjauan komunikasi untuk penelitian makna simbol ini selalu mengalami perubahan seiring perkembangan jaman. Pola perubahan interaksi sosial di kalangan masyarakat akan membawa perubahan makna simbol yang terkandung didalamna. Tujuan penelitian ini adalah untuk pemaknaan simbol dalam perubahan interaksi sosial dalam tinjauan komunikasi. Metodologi yang digunakan kualitatif deskriptif dimana penjabaran simbolik melalui pendekatan Perspektif simbolis interaksionism. Hasil penelitian didapatkan bahwa manusia mengembangkan satu set simbol yang kompleks untuk memberi makna terhadap dunia dalam paradoks. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal RISALAH, Vol. 29, No. 1, Juni 2018 16-19 16 MAKNA DAN SIMBOL DALAM PROSES INTERAKSI SOSIAL Sebuah Tinjauan Komunikasi Aidil Haris1, Asrinda Amalia2 1,2Universitas Muhammadiyah Riau Jl. KH. Ahmad Dahlan No. 88 Pekanbaru Email aidilharis asrindaamalia Abstrak Simbol dan interaksi sosial tidak bisa dipisahkan pada kajian komunikasi. Penggunaan simbol-simbol merupakan kegiatan yang akan selalu hadir pada setiap proses komunikasi. Tinjauan komunikasi untuk penelitian makna simbol ini selalu mengalami perubahan seiring perkembangan jaman. Pola perubahan interaksi sosial di kalangan masyarakat akan membawa perubahan makna simbol yang terkandung didalamna. Tujuan penelitian ini adalah untuk pemaknaan simbol dalam perubahan interaksi sosial dalam tinjauan komunikasi. Metodologi yang digunakan kualitatif deskriptif dimana penjabaran simbolik melalui pendekatan Perspektif simbolis interaksionism. Hasil penelitian didapatkan bahwa manusia mengembangkan satu set simbol yang kompleks untuk memberi makna terhadap dunia dalam paradoks. Kata Kunci Simbol, interaksi sosial, dan komunikasi PENDAHULUAN Dalam dunia sastra sering kali kita mendengar kata-kata yang bermakna konotasi. Salah satunya adalah kata bunga, dimana dalam proses interaksi selalu dimaknai dengan seorang perempuan cantik nan menawan. Istilah bunga yang cantik selalu diidentikkan dengan bunga teratai, padma, lotus, atau seroja. Bunga dari tanaman air ini sangat populer di penjuru dunia. Rupanya yang indah menambah asri suasana. Dalam kehidupan sehari-hari, bunga teratai sering dijadikan simbol atau lambang kecantikan seorang wanita. Misalnya saja yang terdapat dalam tradisi India dimana sosok wanita ideal bernama padmini yang dilukiskan dengan tangan, kaki, serta wajah cantik ibarat bunga padma yang sedang merekah. Tidak hanya di India, teratai juga lekat dengan legenda dan tradisi masyarakat Cina. Dewi Kwan Im, Dewi Welas Asih dan pelindung orang-orang miskin biasa tampil dalam singgasana kuntum bunga teratai. Begitu pula He Xiangu, satu-satunya dewi diantara 7 dewa yang mendiami Fenghai selalu membawa bunga teratai untuk menyembuhkan penyakit. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika bunga teratai dijadikan lambang oleh banyak instansi, perkumpulan, bahkan oleh sebuah negara. Selain kata bunga sebagai sebuah kata bermakna konotasi, juga terdapat berbagai tanda sebagai sebuah penanda dari sesuatu petanda yang juga memiliki makna. Misalnya saja, logo, kebiasaan kelompok adat yang bernuansa religi dan banyak kebiasaan-kebiasaan lainnya yang tentu memiliki makna dan arti tertentu. Di dalam Islam, banyak sekali perumpamaan-perumpamaan, pesan non verbal, baik yang tersurat maupun tersirat. Pertanyaan yang muncul adalah, bagaimanakah keterkaitan makna dan simbol dalam proses interaksi sosial jika dilihat pada sudut pandang komunikasi? Menurut Saifuddin, simbol adalah objek, kejadian, bunyi bicara, atau bentuk-bentuk tertulis yang diberi makna oleh primer dari simbolisasi manusia adalah melalui bahasa. Tetapi manusia juga Saifuddin, Achmad Fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer. Kencana. Jakarta Jurnal RISALAH, Vol. 29, No. 1, Juni 2018 16-19 17 berkomunikasi dengan menggunakan tanda dan simbol dalam bentuk tarian, lukisan, musik, arsitektur dan lain sebagainya. Jika demikian adanya, bagaimanakah manusia memaknai setiap simbol-simbol tersebut dalam proses interaksi sosial? PEMBAHASAN Memahami Definisi Makna dan Simbol Memahami kajian seputar simbol dan maknanya, bisa dilihat dari berbagai perspektif ilmu, khususnya sosial, linguistik dan sastra. Misalnya saja dalam perspektif Antropologi, istilah simbol sudah semenjak lama dinyatakan baik secara eksplisit maupun implisit. Edward Tylor sebagai seorang antropolog abad ke-19 menuliskan bahwa kekuatan penggunaan kata-kata sebagai tanda untuk mengekspresikan pemikiran, yang dengan ekspresi itu bunyi tidak secara langsung menghubungkannya, sebenarnya sebagai simbol-simbol arbiter adalah tingkat kemampuan khusus manusia yang tertinggi dalam bahasa, yang kehadirannya mengikat bersama semua ras manusia dalam kesatuan mental yang White dalam suatu tulisan tentang manusia sebagai spesies yang mampu menggunakan simbol menunjuk pentingnya konteks dalam makna Cassirer berpendapat bahwa tanpa suatu kompleks simbol, pikiran relasional tidak akan mungkin terjadi. Manusia memiliki kemampuan untuk mengisolasi hubungan-hubungan dan mengembangkannya dalam makna abstrak. Dari beberapa pendapat diatas, maka dalam perspektif Antropologi Simbolik memandang manusia sebagai pembawa dan produk, sebagai subjek sekaligus objek, dari suatu sistem tanda dan simbol yang berlaku sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan pengetahuan dan pesan-pesan. Simbol memberikan landasan bagi tindakan dan perilaku selain gagasan dan halnya dengan pendapat Umberto Eco yang menyebutkan bahwa semiotika merupakan sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat Ibid Ibid Ibid ibid digunakan untuk berdusta lie. Definisi Eco ini – meskipun mungkin sangat mencengangkan banyak orang- secara eksplisit menjelaskan betapa sentralnya konsep dusta di dalam wacana semiotika, sehingga dusta tampaknya menjadi prinsip utama semiotika itu sendiri. Eco mengemukakan bahwa “Bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya ia tidak dapat pula digunakan untuk mengungkapkan kebenaran ia pada kenyataannya tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan apa-apa. Saya pikir definisi teori kedutaan adalah sudah sepantasnya diterima sebagai program komprehensif untuk semiotika umum.”Meskipun demikian, menurut Piliang, secara implisit dalam definisi Eco di atas adalah bahwa bila semiotika adalah sebuah kedustaan, maka ia sekaligus adalah teori kebenaran. Sebab bila sebuah tanda tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, maka ia tidak dapat pula digunakan untuk mengungkapkan interaksi simbolik bermula dari interaksionisme simbolik yang digagas oleh George Herbert Mead yakni sebuah perspektif sosiologi yang dikembangkan pada kisaran pertengahan abad 20 dan berlanjut menjadi beberapa pendekatan teoritis yaitu aliran Chicago yang diprakarsai oleh Herbert Blumer, aliran Iowa yang diprakarsai oleh Manford Kuhn, dan aliran Indiana yang diprakarsai oleh Sheldon Stryker. Ketiga pendekatan teoritis tersebut mempengaruhi berbagai bidang disiplin ilmu salah satunya ilmu komunikasi. Teori interaksi simbolik dapat diterima dalam bidang ilmu komunikasi karena menempatkan komunikasi pada baris terdepan dalam studi eksistensi manusia sebagai makhluk sosial. Interaksionisme simbolik sebagai perspektif sosiologi dapat kita runut asal muasalnya saat idealisme Jerman atau pre-Sokratik, dan mulai berkembang pada akhir abad 19 dan awal abad 20 yang ditandai dengan berbagai tulisan dari beberapa tokoh seperti Charles S. Peirce, William James, dan John Dewey. Interaksionisme Piliang, Yasir Amir. 2010. Semiotika dan Hipersemiotika. Matahari. Bandung. Ibid. Hal 44-45 Ibid. Hal 45 Jurnal RISALAH, Vol. 29, No. 1, Juni 2018 16-19 18 simbolik lahir ketika diaplikasikan ke dalam studi kehidupan sosial oleh para ahli sosiologi seperti Charles H. Cooley, Thomas, dan George Herbert Mead. Dari sekian banyak ahli sosiologi yang menerapkan interaksionisme simbolik, Mead-lah yang secara khusus melakukan sistematisasi terhadap perspektif interaksionime simbolik. George Herbert Mead menjelaskan bahwa manusia termotivasi untuk bertindak berdasarkan pemaknaan yang mereka berikan kepada orang lain, benda, dan kejadian. Pemaknaan ini diciptakan melalui bahasa yang digunakan oleh manusia ketika berkomunikasi dengan pihak lain yakni dalam konteks komunikasi antarpribadi atau komunikasi interpersonal dan komunikasi intrapersonal atau self-talk atau dalam ranah pemikiran pribadi mereka. Bahasa sebagai alat komunikasi memungkinkan manusia mengembangkan sense of self dan untuk berinteraksi dengan pihak lain dalam suatu masyarakat. Dikarenakan pemikiran Mead tidak pernah dapat dipublikasikan, Herbert Blumer kemudian mengumpulkan, menyunting, dan mempublikasikan pemikiran Mead ke dalam sebuah buku bertajuk Mind, Self, and Society 1937 sekaligus memberikan nama dan mengenalkan istilah teori interaksi simbolik. Pengertian Interaksionisme Simbolik Terdapat dua pengertian mengenai interaksionisme simbolik atau teori interaksi yang diutarakan oleh para ahli, yaitu Herbert Blumer mendefinisikan interaksionisme simbolik atau teori interaksi simbolik sebagai sebuah proses interaksi dalam rangka membentuk arti atau makna bagi setiap individu. Scott Plunkett mendefinisikan interaksionisme simbolik sebagai cara kita belajar menginterpretasi serta memberikan arti atau makna terhadap dunia melalui interaksi kita dengan orang lain. Makna dan Simbol Dalam Proses Interaksi Sosial Dimana Bumi Dipijak, Disitu Langit Dijunjung. Pepatah tersebut merupakan penguatan tentang konsep diri manusia yang menunjukkan betapa pentingnya proses interaksi bagi manusia dimana saja ia berada. Seakan-akan, manusia itu perlu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Apabila manusia tidak menyesuaikan diri dengan lingkungannya, maka akan menggagalkan proses interaksinya sendiri. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang berinteraksi. Bahkan interaksi itu tidak saja eksklusif antar manusia, tetapi juga inklusif dengan seluruh kajian teori interaksionis simbolik, George Hebert Mead menekankan pada bahasa yang merupakan sistem simbol dan kata-kata merupakan simbol karena digunakan untuk memaknai berbagai hal. Dengan kata lain, simbol atau teks merupakan representasi dari pesan yang dikomunikasikan kepada publik. Menurut Mead, makna tidak tumbuh dari proses mental soliter namun merupaka hasil dari interaksi sosial atau signifikansi kausal interaksi sosial. Individu secara mental tidak hanya menciptakan makna dan simbol semata, melainkan juga ada proses pembelajaran atas makna dan simbol tersebut selama berlangsungnya interaksi sosial. Bahkan ditegaskan oleh Charon bahwa simbol adalah objek sosial yang digunakan untuk merepresentasikan apa-apa yang disepakati bisa direpresentasikan oleh simbol tersebut. Interaksi simbolis merupakan salah satu pendekatan yang bisa dilakukan dengan cultural studies. Menurut Norman Denzin dalam bukunya Symbolic Interactionism and Cultural Studies menekankan bahwa semestinya kajian terhadap interaksi simbolis memainkan peranan penting dalam cultural studies yang memusatkan perhatian pada tiga masalah yang terkait satu dengan lainnya, yakni produksi makna kultural, analisis tekstual makna-makna ini dan studi kebudayaan yang dijalani dan pengalaman yang dijalani. Namun, dalam tataran praktis Denzin melihat adanya kecenderungan dari interaksionisme simbolik untuk mengabaikan gagasan yang menghubungkan “simbol” dan “interaksi”.PENUTUP Perspektif simbolis interaksionism mendasarkan pandangannya pada asumsi bahwa Mufid, Muhammad. 2010. Etika dan Filsafat Komunikasi. Kencana. Jakarta Nasrullah, Rulli. 2012. Komunikasi Antar Budaya di era Budaya Siber. Kencana. Ibid Ibid Jurnal RISALAH, Vol. 29, No. 1, Juni 2018 16-19 19 manusia mengembangkan satu set simbol yang kompleks untuk memberi makna terhadap dunia. Karenanya makna muncul melalui interaksi manusia dengan lingkungannya. Lingkungan pertama yang memengaruhi pembentukan makna adalah kelurga. Keluarga adalah kelompok sosial terkecil dan individu mengembangkan konsep diri dan indetitas melalui interaksi sosial tertentu. DAFTAR PUSTAKA Saifuddin, Achmad Fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer. Kencana. Jakarta Piliang, Yasir Amir. 2010. Semiotika dan Hipersemiotika. Matahari. Bandung. Mufid, Muhammad. 2010. Etika dan Filsafat Komunikasi. Kencana. Jakarta Nasrullah, Rulli. 2012. Komunikasi Antar Budaya di era Budaya Siber. Kencana. ... Herbert Blumer defines symbolic interaction as an interaction process to form meanings or meanings for all individuals then Scott Plunkett defines it as the way individuals learn to interpret and give meaning or meaning to the world through the interactions of one individual with another Haris & Amalia , 2018. ... Citra Rosalyn AnwarAndrianiThis article provides an overview of parents and children who build communication through KPop. This article becomes interesting to discuss because of the increasing popularity of the Korean Wave in Indonesia. Negative stigma also accompanies parental anxiety about their children's liking for the Korean Wave, especially KPop. In addition, there are problems with parents who find it difficult to build communication with their children. This article provides an overview of how parent-child communication is actually built through KPop. This article is the result of a qualitative study on three pairs of mothers and children in Makassar. The results of the study show that communication is very well established between mother and child, with the role of this Hallyu Wave... Bahasa yang digunakan manusia untuk berinteraksi satu sama lain baik dalam konteks komunikasi interpersonal, komunikasi intrapersonal, selftalk, atau dalam ruang pemikiran pribadi mereka membantu mengkonstruksi makna tersebut. Manusia dapat terlibat dengan anggota masyarakat lainnya dan menciptakan kesadaran diri berkat bahasa sebagai alat komunikasi Haris & Amalia, 2018. Kajian tentang pola interaksi manusia, yaitu bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain dan dengan kelompok, menjadi penekanan utama teori interaksionisme simbolik. ...Sari Tri AnjaniIskandarsyah SiregarThis study analyzes how the existence of Palang Pintu Betawi culture and the understanding of the meaning of using Palang Pintu in Betawi traditional weddings. The purpose of this research is to look for strategies for restoring the Betawi traditional Palang Pintu culture. The theory used is George Herbert Mead's symbolic interaction theory. The method used in this study is the qualitative research method of Cresswell, The nature of this research is descriptive. By using the questionnaire method as data collection. The results obtained are an explanation of how the existence of Palang Pintu culture as an opening in the Betawi traditional event. As well as what strategies can be implemented to restore the Betawi culture which is almost extinct... Pandangan tersebut menegaskan bahwa teori interaksi simbolik merupakan sebuah proses pemaknaan secara terus menerus atau berkelanjutan saat percakapan berlangsung terhadap bahasa dan gerak tubuh gesture dalam menghadapi antisipasi bagaimana reaksi orang lain. Pandangan lain juga dikemukakan oleh Scott Plungkett mengatakan bahwa teori interaksi simbolik berbicara tentang cara manusia menginterpretasi dan mengartikan sesuatu atau cara manusia memaknai dunianya melalui interaksinya dengan orang lain dalam Haris & Amalia, 2018. Sementara dalam pemikiran LaRosa dan Donald C. Ritzes seperti dikutip dalam Siregar 2011 sebagai membentuk dunia simbolik secara bersama. ...Benedictus SimangunsongFelisianus N. RahmatAbstrak Budaya memainkan peran yang sangat penting dalam politik karena menjadi cerminan masyarakat dalam menentukan sikap dan pilihan politik atau membentuk karakteristik masyarakat dalam berpolitik. Contoh dari hubungan antara budaya dan politik bisa tergambarkan pada isu kekerabatan pada pilkada Manggarai Barat 2020 yang dibahas dalam penelitian ini. Fenomena kekerabatan yang dimaksud adalah adanya kecenderungan dari masyarakat Manggarai Barat pada umumnya untuk memilih pemimpin yang seasal atau karena faktor kekerabatan dan kekeluargaan atau dikenal sebagai budaya lonto leok yang masih kuat mempengaruhi kehidupan masyarakat termasuk politik. Penelitian ini menggunakan paradigma interpretif dengan metode penelitian Fenomenologi. Adapun pengumpulan data penelitian dilakukan dengan data primer yaitu melakukan wawancara mendalam dan dokumentasi serta data sekunder berupa studi kepustakaan. Wawancara dilakukan kepada para informan yang melakukan lonto leok menjelang Pilkada Mabar Tahun 2020 dan juga pada pilkada-pilkada sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna kekerabatan dalam budaya lonto leok pada proses pilkada di Manggarai Barat adalah kebersamaan dan ketergantungan. Sementara peran budaya lonto leok dalam proses politik adalah pada saat pengambilan keputusan dan menumbuhkan ikatan kekerabatan. Kata kunci Budaya, Politik, Kekerabatan, Lonto Leok, fenomenologi, makna kekerabatan Abstract Culture plays a very important role in politics because it reflects the everyday life of society in determining political attitudes and choices or shaping the characteristics of society in politics. One of them many examples about the relationship between culture and politics can be illustrated in the issue of kinship in the 2020 West Manggarai regional election discussed in this study. The kinship phenomenon in question is the tendency of the West Manggarai community in general to choose leaders who are in the same kinship and it is known as the lonto leok culture which still strongly influences people's life, including politics. This study uses an interpretive paradigm with phenomenological research methods. The research data collection was carried out with primary data, namely conducting in-depth interviews and documentation and secondary data in the form of literature study. Interviews were conducted with informants who conducted lonto leok ahead of the 2020 Mabar Pilkada and also in the previous pilkada. The results showed that the meaning of kinship in the lonto leok culture in the election process in West Manggarai was togetherness and dependence. Meanwhile, the role of lonto leok culture in the political process is at the time of making decisions and fostering kinship ties. Keywords Culture, Politics, Kinship, Lonto Leok, phenomenology, meaning of kinship... Makna simbolik merupakan konstruksi simpel yang terdiri dari objek, gambar, suara, aksi, gestur, ucapan dan tentu saja sesuatu yang memiliki arti tertentu. Sesuatu tersebut merupakan simbol yang merepresentasikan fenomena dan kejadian-kejadian dari kacamata sosial maka terdapat hubungan antara makna secara tersirat dengan makna dalam bentuk simbol Ahmadi, 2008;Haris & Amalia, 2018. ...Isnaini IndrawatiSiti MuyasarohZainul AhwanThis study aims to find out and raise the symbolic meaning and how communication events, communication situations, communication patterns and communication actions at district ceremonies and larung lumpeng in Lake Ranu Ranuklindungan Village, Grati District, Pasuruan Regency. The symbolic meaning in district ceremonies and larung tumpengmenarik to be researched, considering that there are many aspects of communication that have not been scientifically raised, especially in the realm of Communication Science. This research uses a qualitative descriptive paradigm approach, with focus group discussion FGD data collection methods and document analysis. The theory used is the theory semiotics of charles sanders pierce which is related to symbols and interactions in the Distrikan and Larung tumpeng ceremonies, semiotics of charles sanders pierce by prioritizing 3 models of semiotiks Charles Sanders Pierce, namely Icon, Simbols and Index. In Semiotiks concept the communication pattern shown is in 3 times of distrikan ceremonial, that can create several symbols as a medium, as well as expressed in the form of prayers and mantras to interact with God through the intermediary of The New Klinting As Bahu Rekso Danau Ranu. And by using the context of the minds of the people around Lake Ranu who take a role or action as a symbolic ability to place themselves in the implementation of the District and Larung tumpengdi Lake Ranu ceremonies, Ranuklindungan Village, Grati District as a form of symbolic. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengangkat makna simbolik serta bagaimana peristiwa komunikasi, situasi komunikasi, pola komunikasi dan tindakan komunikasi pada upacara distrikan dan larung lumpeng di Danau Ranu Desa Ranuklindungan Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan. Makna simbolik dalam upacara distrikan dan larung tumpeng menarik untuk diteliti, mengingat ada banyak aspek komunikasi yang belum diangkat secara ilmiah terutama dalam ranah Ilmu Komunikasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan paradigma deskriptif kualitatif, dengan metode pengumpulan data Focus Group Discussion FGD dan analisis dokumen. Teori yang digunakan adalah teori semiotika charles sanders pierce yang berkaitan dengan simbol dan interaksi yang ada didalam upacara distrikan dan larung tumpeng, semiotika charles sanders pierce dengan 3 model analisis semiotik Charles Sanders Pierce yakni Ikon, Simbol dan Indeks. Kesimpulan penelitian menunjukkan dalam model semiotik komunikasi yang ditunjukan adalah komunikasi pada tiga waktu upacara distrikan yakni pembukaan, prosesi dan penutup yang dapat menciptakan beberapa simbol dalam tanda-tanda fenomena upacara distrikan serta dituangkan dalam bentuk doa dan mantra untuk berinteraksi dengan Tuhan melalui perantara Baru Klinting Sebagai Bahu Rekso Danau Ranu, dengan menggunakan konteks pikiran masyarakat sekitar Danau Ranu, yang mengambil peran atau tindakan sebagai kemampuan simbolis untuk menempatkan diri dalam pelaksanaan upacara Distrikan dan larung tumpeng di Danau Ranu Desa Ranuklindungan Kecamatan Aprianti YusmidahHadawiah HadawiahAhdan AhdanPenelitian ini Bertujuan penelitian ini adalah 1 Bagaimana Komunikasi Antarbudaya Suku Bugis dan Suku Tidung di Kalimantan Utara Studi Pada masyarakat Kelurahan Gunung Lingkas Kota Tarakan. 2 Bagaimana Bentuk Adaptasi Budaya Suku Bugis Terhadap Suku Tidung di Kalimantan Utara Studi Pada masyarakat Kelurahan Gunung Lingkas Kota Tarakan. Penelitian ini berlangsung selama satu bulan dan berlokasi di wilayah Kalimantan Utara Kelurahan Gunung Lingkas Kota Tarakan dengan informan sebanyak 8 delapan orang dimana mereka merupakan orang yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Tidung. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui dua cara, yakini data primer dan data sekunder. Adapun metode pengumpualan data dengan melakukan observasi, wawancara, dokumentasi, studi pustaka dan metode fonomenologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi sudah terjadi sejak dahulu dan hidup berdapingan, serta tejadi perkawinan antar suku, dan semua makhluk sosial memerlukan intraksi untuk melakukan proses komunikasi adaptasi terutama dari Suku Bugis selaku suku pendatang. Adanya perbedaan budaya antara Suku Bugis dan Suku Tidung tidak menjadi sebuah masalah selagi itu baik dan tidak Rofifah MarzukiAhdan AhdanSitti RahmawatiNur Rofifah Marzuki. 06520180145. Makna Simbolik Komunikasi Budaya Dalam Tradisi Kamba-Kambano Dho Gaa Pada Masyarakat Rumpun Bombonawulu, Kecamatan GU, Kabupaten Buton Tengah Tujuan dari penelitian ini adalah 1 Untuk mengetahui makna simbolik dalam tradisi kamba-kambano dho gaa pada masyarakat Rumpun Bombonawulu, Kecamatan GU, Kabupaten Buton Tengah. 2 Untuk mengetahui bentuk komunikasi budaya dalam tradisi kamba-kambano dho gaa pernikahan pada masyarakat Rumpun Bombonawulu, Kecamatan GU, Kabupaten Buton Tengah. Adapun jenis penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara semiterstruktur, dan dokumentasi. Informan penelitian adalah tiga tokoh adat dan dua masyarakat yang terlibat dalam proses pelaksanaan tradisi kamba-kambano dho gaa. Dalam menganalisis data menggunakan teknik analisis data dari Miles dan Huberman menggunakan tiga teori yaitu teori interaksi simbolis, teori semiotika, dan teori folklor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tradisi Kamba-Kambano Dho Gaa bagi masyarakat Rumpun Bombonawulu dilakukan saat seorang anak laki-laki secara biologis sudah memiliki dasar-dasar kemampuan jasmani berupa ketangkasan dan randaa. Bagi anak perempuan ditandai dengan telah mengalami masa haid dan telah memiliki kemampuan membantu atau mengurus rumah tangga. dalam prosesi pelaksanaan tradisi Kamba-Kambano Dho Gaa dilakukan tahap demi tahap. Seperti tahap nofecilae mengintip, Feenagho losa menyampaikan lamaran, de owa losa membawa lamaran, persiapan isi gambi pernikahan, pengantaran gambi, do kala powowo pergi tinggal, haroa baca doa, mo’ato akad nikah, fewaniu ae mencuci kaki, dengkoha do kawi duduk kawin, kafeinao no pakawi nasehat dan ijab qabul, pesua lambu moane kerumah suami. Di setiap tahapan ini memiliki makna simbolikPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan kelekatan diantara mahasiswa dalam pembelajaran daring di masa pandemi Covid-19. Kajian ini dilatarbelakangi oleh kondisi pembelajaran daring yang menyebabkan keterbatasan mahasiswa dalam berinteraksi dan bersosialisasi secara tatap muka sehingga hubungan kelekatan diantara mahasiswa menjadi terhambat. Penelitian ini di kaji dengan pendekatan Study kasus, dengan metode deskriptif. Data diperoleh melaui survei yang dilakukan kepada mahasiswa baru program studi pendidikan PKN FKIP Universitas Mataram kemudian diolah melalui proses pengumpulan, penyajian dan pengambilan kesimpulan. Ada beberapa temuan yang menjadi dasar mengapa pola pembelajaran daring menghambat proses hubungan kelekatan diantaranya; 1 sebagian besar mahasiswa belum pernah bertemu secara langsung dengan teman sekelasnya sehingga hanya sebagian kecil dari mereka yang saling mengenal, 2 Mahasiswa tidak memiliki teman dekat di kelasnya sehingga sebagian besar dari mereka belum pernah kumpul ataupun bermain bareng; 3 meskipun komunikasi diantara mereka masih berjalan baik akan tetapi semua dilakukan hanya melalui media sosial atau Chating. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan kelekatan diantara mahasiswa dalam pembelajaran daring tidak terbentuk karena mahasiswa tidak memiliki cukup ruang dan waktu untuk mengenali lebih dalam. Kondisi tersebut tidak memberikan kesempatan mahasiswa untuk saling mengidentifikasi, sehingga tidak terjadi proses simpati, dan empati dan akhirnya hubungan kelekatan tidak SaadahAmriana AmrianaChange does not always have a negative impact on the living system, there are positive values ??that can always be learned from a change. In social communication, for example, individuals and groups have a stake in making choices about communication methods. This paper specifically describes how changes in parental communication modes in building children's career motivation. In this paper, the method used is a qualitative descriptive method where the technique is a literature study data collection technique, namely looking for relevant literature on online news pages on the internet. Content analysis is used by reading and interpreting data to describe how changes in parental communication modes with children affect children's career motivation. The findings in this paper show that changes in technology-based communication modes in building motivation provide space for children to represent their desires in the career field. In addition, parents in this case also provide positive feedback on children's choices, so as to create healthy relationships that can make children feel accepted and heard within the family and communityDindin SaepudinThe purpose of this study is to determine the communication strategy of lecturers in building understanding of PTNBH at the Bandung Institute of Technology. Communication is a fundamental thing in human life, even communication becomes a phenomenon for the formation of a society or community integrated by information, where each individual in the society itself shares information sharing to achieve common goals. In simple terms, communication can occur if there is a similarity between the person who conveys the message and the person who receives the message. The research method that researchers use is a descriptive research method with a qualitative type through historical methods, namely research that studies a principle that occurs in the present and in the past based on the traces obtained. As a result of the research that has been carried out, it can be concluded that the things behind ITB implementing its public communication strategy are in building a common understanding of various matters related to the change in the status of PTN to PTN-BH. The institution, in this case the ITB Public Relations, carries out interaction activities through a public communication strategy where everyone can respond to each other and monitor the situation so that a common understanding of the background of changes in the status of the institution is formed; The public communication strategy is also carried out in reducing and providing solutions to the unrest that occurs in the ITB academic community. In this study, stakeholders focused on ITB students Departing from intense interactions, various integrated habits of all ITB academics were constructed to achieve common goals successSemiotika dan Hipersemiotika. MatahariYasir PiliangAmirPiliang, Yasir Amir. 2010. Semiotika dan Hipersemiotika. Matahari. dan Filsafat KomunikasiMuhammad MufidMufid, Muhammad. 2010. Etika dan Filsafat Komunikasi. Kencana. Jakarta Nasrullah, Rulli. 2012. Komunikasi Antar Budaya di era Budaya Siber. Kencana.
bagaimana cara manusia memaknai simbol